Rabu, 14 Maret 2012

Belajar dari LIEM SEENG TEE (Sampoerna)

     Pada tanggal 14 maret 2012, saya berkesempatan untuk mengunjungi House of Sampoerna sebuah museum yang didirikan untuk mengenang pendiri pertama  salah perusahaan rokok terbesar di Indonesia ( PT. Hanjaya Mandala Sampoerna) yaitu Liem Seeng Tee. Berikut kisah perjuangan Liem Seeng Tee dalam merintis usahanya yang dapat kita jadikan sebagai pembelajaran.
    Kisah sukses PT. Hanjaya Mandala Sampoerna bukan sebuah berkah yang begitu saja turun dari langit. Namun melalui rintisan dan perjuangan dari NOL oleh seorang Liem Seeng Tee. Pada tahun 1898 bersama ayah (Liem Tioe) dan kakak perempuannya. Seeng Tee yang dikala itu baru berusia 5 tahun, meninggalkan kampung halamannya di Provinsi Fujian (福建), di daratan China bagian selatan menuju Surabaya (Hindia Belanda), untuk mencari pengharapan baru. Tentu saja dalam benaknya ia belum pernah membayangkan 30 tahun kedepan dia akan melahirkan perusahaan rokok berkelas dunia.

 
                                  Foto Liem Seeng Tee dan Siem Tjiang Nio
                                     Sumber Foto: http://tutinonka.wordpress.com 
     Tidak lama sesampainya di Hindia Belanda (Surabaya) ia harus dipisahkan dengan kakak perempuannya, karena sangat miskin, sehingga ayahnya harus rela anak perempuannya diadopsi sebuah keluarga di Singapura. Lantas 6 bulan setelah kedatangannya di Surabaya, ayahnya meninggal dunia karena penyakit malaria. Itu yang membuatnya harus mandiri sejak usia 5 tahun di negeri yang asing. Menjalani hidup sebatang kara Seeng Tee kecil akhirnya diangkat anak oleh seorang keluarga imigran Cina di Bojonegoro. Di kota kecil itu Liem tanpa pendidikan formal mulai untuk belajar meracik tembakau yang memang banyak ditanam di sana. Hasil racikannya ia jual secara asongan di kereta api yang datang dari Surabaya. Hingga umur sebelas (11) tahun Seeng Tee diasuh di keluarga tersebut. Setelah itu, dia hidup mandiri untuk menyambung kebutuhan hidupnya dengan menjajakan makanan kecil di dalam gerbong kereta jurusan Surabaya – Jakarta dengan cara melompat masuk pada malam buta. Kegigihannya dapat dibuktikan ketika Seeng Te muda pernah berjualan makanan kecil selama 18 bulan penuh tanpa istirahat sekalipun.
      Pada tahun 1912, Liem berjualan arang dengan sepeda tua yang berhasil dibeli dari hasil selama menjual makanan kecil dalam gerbong kereta, berjualan arang itu lah yang mempertemukan dirinya dengan gadis Hokkian bernama Siem Tjiang Nio, yang kemudian di tahun yang sama menjadi pendamping hidupnya. Tidak lama setelah menikah, Seeng Tee mendapatkan pekerjaan sebagai peracik dan pelinting rokok di sebuah pabrik rokok di Lamongan. Dari situ Seeng Tee memperlihatkan kemampuan alaminya dalam meracik dan melinting rokok. Namun tidak lama kemudian, Seeng Tee berhenti dari pekerjaannya itu. Karena, sesungguhnya pasangan yang baru saja menikah ini, mempunyai mimpi besar manjadi sukses dengan ber-wiraswasta. Impian itu dirajutnya dengan usaha kecil-kecilan dengan membuka warung pinggir jalan di Kota Surabaya. Warung di Jln. Tjantian Podjok di Surabaya Lama yang disewa dengan tabungan hasil kerja Seeng Tee di pabrik rokok di Lamongan, dipakainya untuk berjualan makanan dan tembakau. Sementara itu, sambil membuka warung, Seeng Tee tetap meneruskan keahliannya dalam meracik tembakau dan dijualnya dengan kembali mengayuh sepeda keliling kota. Ternyata gayung bersambut, racikan tembakau-nya begitu banyak disukai oleh masyarakat maupun pejabat saat itu.
       Setelah ekonomi keluarganya mulai stabil, Seeng Tee membeli rumah di Jl. Ngaglik, Surabaya untuk kemudian dijadikan home industri rokok kretek yang berbadan hukum dan diberi nama Handel Maastchpaij (HM) Liem Seeng Tee yang kelak berubah nama menjadi Handel Maastchpaij (HM) Sampoerna dan setelah kemerdekaan Indonesia perusahaan ini kembali dirubah menjadi Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna. Perusahaan kecil ini hanya mempekerjakan beberapa karyawan saja pada awalnya. Sangat sedikit dan sulit menemukan catatan sejarah pada periode ini, namun yang jelas usaha Seeng Tee semakin maju dan menemukan pasarnya. Sejak awal Seeng Tee telah memimpikan dapat mempunyai rumah tinggal di dalam lingkungan pabrik. Ini supaya dia dapat dengan seksama mensupervisi semua aspek operasional pabrik, dan juga yang tak kalah mendasar adalah supaya anaknya bisa belajar langsung kegiatan usaha. Alasan lain yang tak kalah hebatnya adalah, Liem berusaha untuk mendekatkan diri dengan para manajernya, dengan adanya rumah tinggal di lingkungan pabrik, dia mampu mengajak para manajernya untuk makan siang bersama-sama, dan hal ini menjadi sebuah tradisi perusahaan.
   Seeng Tee berkesempatan memamerkan keahliannya sebagai peracik tembakau yang sangat andal dengan memproduksi rokok dengan berbagai macam merek dagang seperti Dji Sam Soe (234), 123, 720, 678, Welkomm, Summer Place, Dapoean dan Djangan Lawan yang ditujukan bagi berbagai segmen pasar. Produk serta racikan unggulannya adalah Dji Sam Soe (234) yang membidik segmen pasar premium yang mana cita rasa, logo dan kemasannya dipertahankan hingga sekarang.
       Kesempatan besar yang kelak akan merubah nasib keluarga dan usaha rokok kreteknya datang menghampiri-nya di awal tahun 1916 ketika Liem Seeng Tee ditawari memborong berbagai macam jenis tembakau dari perusahaan rokok yang bangkrut dengan harga murah, dengan syarat pembelian tersebut harus dilunasi kurang dari 24 jam. Ia beruntung sekali, kesempatan tidak lepas dari genggaman-nya karena secara diam-diam istrinya telah menabung uang pada salah satu tiang bambu di warungnya dan ternyata tabungan tersebut lebih dari cukup untuk melunasi pembelian tersebut. Sejak itu Seeng Tee dan Tjiang Nio, isterinya, mencurahkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan bisnis tembakau. Usahanya mengalami kemajuan yang cukup pesat ketika jalan raya di depan rumahnya yang dijadikan tempat usaha diperlebar. Jalanan menjadi ramai dan pelanggan pun meningkat. Sayang, gubuk tempat tinggalnya habis dilalap api. Pasangan ini pun kembali jatuh-bangun bekerja keras membangun usahanya. Disini, suami-istri yang dikaruniai dua orang putra dan tiga orang putri ini tetap melayani pesanan rokok dengan aneka citarasa, menggunakan alat linting sederhana.
      Dalam membesarkan usaha-nya, Seeng Tee walaupun tidak mengecap pendidikan formal yang tinggi dia memegang teguh “Falsafah Tiga Tangan”. Bagi-nya Ini adalah merupakan falsafah dasar untuk menuju kesuksesan antara tiga pihak – yaitu perusahaan, pedagang dan konsumen. Dengan bekerja bersama-sama secara win-win-win, dia yakin akan dicapai kepuasan dan keberuntungan bersama.
      HM. Liem Seeng Tee lantas sekali lagi mencapai kesuksesan besar di tahun 1932, Seeng Tee berhasil membeli satu kompleks gedung panti asuhan dan gedung bioskop milik pemerintah Kolonial Belanda. Tempat tersebut lantas dialihfungsikan menjadi pabrik khusus pembuatan rokok kretek merk Dji Sam Soe (HM. Sampoerna), dan sampai saat ini tempat tersebut masih berdiri dan dijadikan sebuah museum untuk mengenang Liem Seeng Tee oleh pihak PT. HM Sampoerna, yang dikenal dengan nama House of Sampoerna. 
Bagian Luar House of Sampoerna 


Bagian Dalam House of Sampoerna 
 
Terlihat Wisatawan Asing yang sedang Berkunjung


Kunjungan dari Wisatawan Lokal (^ ^)
      Pada tahun 1942 lebih dari 1.300 orang karyawan bekerja dalam dua shift untuk memproduksi rokok lebih dari tiga juta batang per minggu-nya. Industri-nya makin besar dan pasar DJI SAM SOE semakin kokoh, khususnya di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, di tahun yang sama Perang Dunia II sedang berkecamuk di Asia-Pasifik, sejarah mencatat di pertengahan tahun 1942, Jepang mendarat di Surabaya. Menurut berbagai sumber, kurang dari enam jam setelah kedatangan Jepang, Seeng Tee ditangkap dan dibawa ke Jawa Barat untuk menjalani kerja paksa, sementara keluarganya selamat dalam persembunyian. Tak diketahui ke mana larinya harta milik keluarga dan perusahaan. Perusahaan rokok HM. Sampoerna diambil alih oleh imperialis Jepang dan dijadikan tempat produksi rokok jepang, merk FUJI. Setelah Indonesia merdeka, harta yang tersisa tak lebih dari keluarganya sendiri dan merek dagang Dji Sam Soe. Sekali lagi, Seeng Tee menata kembali usahanya dengan mendirikan Hanjaya Mandala Sampoerna dan kembali melepas racikan masterpiece-nya, Dji Sam Soe ke pasar.
      Sepeninggal Seeng Tee di usia 63 pada tahun 1956, tampuk pimpinan HM. Sampoerna beralih kepada dua orang putrinya, Sien dan Hwee, serta menantunya. Kesulitan besar pun menimpa dan acaman bangkrut pun di depan mata, karena di akhir tahun 1950 banyak investor asing datang dan membangun industri rokok putih berteknologi linting mesin. Tentunya hal ini adalah pukulan telak bagi industri rokok tradisional, tak terkecuali bagi HM. Sampoerna yang masih menggunakan alat linting sederhana untuk memproduksi rokok. Sementara itu, dua orang putra Seeng Tee, Liem Swie Hwa dan Liem Swie Ling, yang pada awalnya diharapkan sebagai penerus tidak tertarik meneruskan usaha HM. Sampoerna. Si sulung, Swie Hwa membuka usaha perkebunan tembakau, sedangkan sang adik, Swie Ling membuka pabrik rokok bermerek Panamas di Denpasar, yang mana perusahaan tersebut diam-diam mulai mengancam pasar bagi Dji Sam Soe.
      Di medio 1960 Liem Swie Hwa akhirnya meminta adiknya untuk mengambil alih HM Sampoerna. Gayung bersambut, Swie Ling menyanggupi, bahkan memindahkan pabrik Panamas ke Malang, tak jauh dari HM Sampoerna berada. Swie Ling, yang dikenal sebagai Aga Sampoerna adalah generasi kedua dari pemimpin HM. Sampoerna yang dengan kekuatan penuh menghidupkan kembali HM Sampoerna sesuai dengan semangat besar ayahnya untuk menjadikan perusahaanya “Raja Tembakau”.
      Itulah awal kebangkitan baru HM Sampoerna. Di tangan Aga Sampoerna perusahaan berkibar. Putera kedua Aga, yaitu Liem Tien Pao atau yang dikenal dengan Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi HM Sampoerna pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, HM Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan modern dan memulai masa investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT HM Sampoerna memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia dan mencatatkan perusahaan nya dalam sejarah sebagai pabrik rokok terbesar ke-3 sedunia dan ke-4 tertua, tentunya Putera membawa PT. HM. Sampoerna melangkah lebih jauh dengan terobosan-terobosan yang dilakukannya, seperti perkenalan rokok kretek filter bernikotin rendah, Sampoerna A Mild di akhir 1980 dan dikenal dengan iklan-iklan yang unik dan ekspresif serta ekspansi bisnis oleh Putera setelah ayahnya, Aga Sampoerna meninggal di tahun 1994, melalui kepemilikan di perusahaan waralaba Alfamart di pertengahan 1990 untuk menunjang penjualan ritel, dan tentunya untuk suatu saat, dalam bidang perbankan dan otomotif dengan menanam saham di PT Astra International Tbk, periode 1995-1997 walaupun langkah tersebut tidak membuahkan hasil.
      Dengan masuknya Michael Joseph Sampoerna, si bungsu, sang putra mahkota yang punya hobi main poker, generasi ke-4 dari keluarga Liem Seeng Tee ke dalam jajaran direksi PT.HM Sampoerna, Tbk pada tahun 2000. Ekspansi bisnis tidak begitu saja berhenti, lantas terus digenjot dan dinasti tembakau berusia 90 tahun tersebut mulai merambah lahan agrobisnis (PT. Sampoerna Agro), telekomunikasi (PT. Sampoerna Telekom) serta Transmarco, Ltd. Yang bermarkas di Singapura serta bisnis percetakan PT Sampoerna Printpack, dan untuk melengkapi semua itu terdapat pula bisnis gaya hidup seperti pada café & resto House of Sampoerna serta kepemilikan rumah judi terkenal di London, Les Ambassadeur atau Les A dan Mansion, perusahaan online gambling internasional yang mulai dirintis semenjak diakuisisi-nya PT. HM Sampoerna, Tbk. ke pangkuan perusahaan rokok terbesar di dunia Phillip Morris pada Maret 2005.
       Usaha keluarga yang telah dilakoni oleh 4 generasi dalam satu dinasti “kerajaan tembakau” selama lebih dari 90 tahun telah membuahkan hasil Rp. 18.6 triliun pada saat Putera Sampoerna memutuskan untuk melepas perusahaan rokok yang telah dirintis oleh kakek-nya, Liem Seeng Tee, kepada perusahaan rokok terbesar dunia asal Amerika, Phillip Morris di bulan Maret 2005. Memang keputusan tersebut cukup menggemparkan jagat bisnis Indonesia, dan suka tidak suka semua mata tersorot kepada satu keluarga, keluarga Sampoerna. Dengan uang Rp. 18.6 triliun? Tunai! Tentu saja dapat dihitung dengan jari, mana saja keluarga yang mampu mengantongi uang sebegitu besar jumlah-nya.
Tanpa harus bekerja pun, Putera dan keluarga-nya lebih dari mampu dan sanggup untuk membiayai hidup dengan sangat mewah. Katakanlah, dengan asumsi semua uang nya didepositokan dengan bunga 5% per annum, mereka masih mengantongi Rp. 77 miliar per bulan nya. Saya rasa dengan jumlah uang ini lebih dari cukup untuk mencicipi hidup mewah a la raja. Namun, dapat dipastikan bukan gaya hidup semacam itu yang diimpikan oleh Liem Seeng Tee beserta keturunannya, dengan darah pengusaha dan jiwa entrepreneur yang kuat, mereka pasti ingin menciptakan nilai tambah dari uang tersebut.
       Di mata saya, PT. HM Sampoerna beserta keluarga Sampoerna adalah sebuah teladan, dimana usaha rumahan yang jatuh bangun pada awalnya dan bermodalkan tekad dan tabungan dari belahan bamboo tiang penyangga rumah bisa meraksasa hingga ke tingkat nasional bahkan internasional. Dari usaha pinggir jalan, Liem Seeng Tee bertekad meracik produk yang sempurna dan menjadikannya sebagai “raja kretek”, akhirnya sudah terbukti jika perjuangan PT. HM Sampoerna yang menjadi perusahaan publik dengan laba bersih yang mencapai triliunan rupiah per tahun-nya. 
Kenangan dari Dalam House of Sampoerna

Sabtu, 10 Maret 2012

Hasaniqbaln: What Is Stowaway??

Hasaniqbaln: What Is Stowaway??: Kata stowaway mungkin adalah kata yang asing di telinga anda, Untuk itu anda perlu mengetahui apa itu stowaway ,       Secara u...

Hasaniqbaln: Penurunan Pengguna Jasa Penyeberangan Ujung-Kamal ...

Hasaniqbaln: Penurunan Pengguna Jasa Penyeberangan Ujung-Kamal ...:        Pada liburan semester ganjil kemarin, saya berkesempatan untuk melakukan kerja praktek di PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Caba...

Hasaniqbaln: Demand & Supply Transportasi Laut Indonesia

Hasaniqbaln: Demand & Supply Transportasi Laut Indonesia:          Indonesia merupukan negara kepulauan yang wilayah daratannya di pisahkan oleh wilayah perairan yang sangat luas, sehingga peran...

Hasaniqbaln: Misteri Goa Pindul

Hasaniqbaln: Misteri Goa Pindul: Libur Natal dan Tahun Baru akan datang saatnya rehat sejenak dari aktifitas duniawi, ha..ha.. Pengennya liburan...., tapi kemana?? berpi...

Hasaniqbaln: Ship Recycling Convention, Wujud Perhatian Dunia T...

Hasaniqbaln: Ship Recycling Convention, Wujud Perhatian Dunia T...:       Limbah dari aktivitas pembongkaran kapal bekas ( ship dismantling ) dan daur ulang kapal bekas ( recycling of ships ) kini menjadi...

Misteri Goa Pindul

Libur Natal dan Tahun Baru akan datang saatnya rehat sejenak dari aktifitas duniawi, ha..ha..
Pengennya liburan...., tapi kemana?? berpikir sejenak....,ada sms masuk ^0^...
     Si anyo (teman SMA yang kuliah di UNAIR), menawarkan paket liburan ke JOGJAKARTA bersama teman-temannya dari Ekonomi Syar'i UNAIR, tawaran datang diwaktu yang tepat, tawaran diterima "OK".
   Waktu keberangkatan ditentukan hari jumat tanggal 23-12-2011 malam, rombongan pertama berangkat pukul 9 malam dengan bus yang akhir-akhir sedang booming dibicarakan, uji nyali dengan bus "Sumber Selamet" alias "Sumber Kencono". Selama perjalanan serasa sedang menaiki roller coaster, benar saja dari Surabaya ke Jogjakarta hanya ditempuh dalam waktu kurang dari 5 jam. Hari pertama di kota Jogjakarta dilewatkan dengan berwisata di candi Prambanan dan Malioboro (skip). Lanjut di hari kedua perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi museum Ulen Sentalu (baru dengar??, sama), tujuan selanjutnya wisata goa alam yang baru ditemukan dan baru dibuka untuk objek wisata GOA PINDUL. 
Papan Penunjuk di Depan Pintu Masuk Goa Pindul
     Sekilas tentang goa Pindul, Goa Pindul terletak di Desa Beji, kecamatan Karang mojo, Kabupaten Gunungkidul, kira-kira 10 km dari kota Wonosari (ibukota Gunungkidul), perjalanan dari Yogya ditempuh sekitar 1,5 jam. Untuk dapat menuju lokasi goa, karena rombongan tidak membawa kendaraan maka alternatif yang ditawarkan oleh penduduk setempat yang merangkap sebagai pemandu wisata atau tour guide adalah dengan menaiki colt bak terbuka, 50 ribu rupiah saja untuk sekali jalan dengan rombongan yang berjumlah 10 orang.
Menuju Lokasi Goa Pindul dengan Colt Bak
    Tiba di lokasi langsung melakukan pendaftaran, 30 ribu rupiah per orang untuk rangkaian perjalanan menyusuri Goa Pindul. Sebelum menuju lokasi goa, safety shoes dan life jacket yang telah disediakan harus sudah tepasang "safety first" kata bapak pemandu. 
Tiba di Bagian Pendaftaran, 
     Tiba di depan mulut Goa Pindul rombongan berhenti sejenak, memilih tube, melihat sekitar dan bilang Keren.....(luarnya aja udah bagus gimana dalamnya ya??).Bersiap, pemanasan sebentar, masukkan tube ke sungai, setelah itu duduk di atas tube dengan tenang. Goa Pindul ini memiliki sungai yang mengalir di bawahnya, jadi untuk melihat keindahan stalagmit dan stalagtit di dalam goa dilakukan dengan touring menyusuri sungainya
 
Bagian Mulut (Depan) Goa Pindul
Tube yang Digunakan untuk Menyusuri Goa Pindul
Persiapan dan Sedikit Pemanasan Sebelum Memasuki Goa Pindul
Belajar Berenang dengan Tube Dibantu Pemandu
   Memasuki mulut gua,  masing-masing peserta dibantu menggunakan tube ketika memasuki aliran sungai di dalam goa. Pemandu kami berjumlah 3 orang 2 orang bertugas untuk membantu menggatur dan mendorong tube yang kami naiki, satu lagi berada di bagian paling depan rombongan untuk memberi penjelasan bagian-bagian yang menarik di dalam goa.  Terdapat tiga tahapan yang harus kami lewati untuk menyibak "misteri" goa pindul, tahapan pertama zona terang, tahapan ke dua zona remang dan yang terakhir zona gelap. Emakin kedalam suasana semakin gelap, sehingga pandangan mata menjadi terbatas. Bantuan senter dari bapak pemandu cukup membantu kami menikmati stalagtit dan stalagmit goa yang indah.

Memasuki Mulut Goa Pindul 
 Keindahan Stalagtit dan Stalagmit di Dalam Goa Pindul
        Perjalanan dilanjutkan melewati beberapa stalaktit yang ditinggali oleh banyak kelelawar, lorong goa semakin menyempit dan akhirnya samapi di zona kegelapan. Dibagian ini cahaya matahari tidak dapat menembus dinding goa, sehingga tanpa bantuan cahaya senter dari pemandu keindahan stalagtit dan stalagmit dalam goa tidak akan terlihat. Lampu senter dimatikan, bapak pemandu meminta kami memejamkan mata sejenak untuk mengucapkan rasa syukur atas anugerah penglihatan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kegelapan semakin pekat namun berangsur-angsur terlihat cahaya di ujung jalan ketika melewati sebuah belokan. Akhirnya kami memasuki zona terakhir dimana disebut sebagai goa vertikal (luweng). Disini kami diperbolehkan untuk berenang atau melompat dari atas tebing goa namun tetap menggunakan jaket pelampung tentunya, karena apa? karena kedalaman air disini mencapai 15 meter.


Menyusuri Kegelapan Menuju Zona Terang

Bagian Akhir Perjalanan Menyusuri Goa Pindul, Lompat dari Tube untuk Berenang 

       Perjalanan menyusuri Goa Pindul akhirnya harus selesai. Setelah puas berenang, dari mulut (belakang) goa kami kemudian menepi  dan berjalan menaiki tebing dengan seutas tali, cukup menantang.


 Bagian Mulut (Belakang) Goa Pindul

 Berjalan Menaiki Tebing Dengan Seutas Tali, Cukup Menantang
Keindahan Dibagian Lain Goa Pindul
     Kembali ke bagian pendaftaran untuk mengembalikan peralatan yang dipinjam (safety shoes, dan life jacket). Membersikan diri di kamar mandi yang beratapkan langit dan bersiap untuk meninggalkan objek wisata Goa Pindul yang eksotis (T.T). Pengalaman pertama menyusuri goa yang tak terlupakan, terima kasih Tuhan untuk keindahan alam yang telah Engkau ciptakan, terima kasih teman-teman dalam rombongan untuk kenangan yang indah, terima kasih bapak pemandu untuk kesabarannya dalam memandu kami, terima kasih penduduk setempat untuk sambutan yang diberikan. Say goodbye to Goa Pindul, kembali ke Surabaya untuk "bertempur" FIGHTING (^^).
Pose Terakhir, Say goodbye to Goa Pindul